Jumat, 20 Juni 2014

Kasus Hukum dalam Ekonomi



Nama: Dimas Aditya Riyadi
Kelas: 2EB17
NPM: 22212113
 
Kasus Dana Hibah, Mata Minta Sekda Banten dan Atut Juga Diusut
Serang - Juru Bicara Masyarakat Transparansi (Mata) Banten Oman Abdrurahman, di Serang, Selasa (27/5) menegaskan, penetapan tujuh tersangka oleh Kejati Banten terkait kasus dugaan korupsi dana hibah dan bansos Banten harus dijadikan pintu masuk untuk membongkar semua konspirasi penyelewengan dana hibah dan bansos di Banten.
“Kalau mau dilihat secara cermat, penyelewengan dan penyalahgunaan dana hibah dan bansos di Banten tidak hanya dilakukan oleh tujuh orang tersangka tersebut. Masih banyak lagi pelaku yang harus diusut oleh Kejati Banten, termasuk Sekda Banten dan gubernur nonaktif Banten,” tegas Oman.
Menurut Oman, kewenangan sekda adalah penetapan anggaran selaku ketua tim perencanaan anggaran daerah (TPAD), serta penetapan nilai bantuan dan penerima hibah. Karena itu, Oman menyakini sekda Banten diduga kuat mengetahui proses penetapan dana hibah dan bansos tersebut.
“Sekda Banten harus bertanggungjawab terhadap penyimpangan dana hibah tersebut. Kami mendesak penyidik Kejati Banten untuk segera melakukan pendalaman terhadap keterlibatan Sekda Banten Muhadi dan Gubernur nonaktif Ratu Atut Chosiyah. Terlebih sekda yang secara teknis pasti memiliki keterlibatan dalam hal penetapan nilai dana hibah dan bansos tersebut. Karena itu, tidak ada alasan untuk penyidik untuk tidak mendalami peran Sekda Banten dalam kasus dana hibah dan bansos tersebut,” tegas Oman.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kejati Banten menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah dan bansos pada tahun anggaran 2011-2012, di mana kerugian negara mencapai Rp 4,150 miliar pada tahun anggaran 2011 dan senilai Rp 3,5 miliar pada tahun 2012.
Ketujuh tersangka tersebut yakni Zainal Mutaqin (ZM) yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Provinsi Banten. Tersangka ZM, disebut sebagai aktor intelektual di balik kasus dugaan korupsi dana hibah dan bansos tersebut.
Sementara itu tersangka lainnya yakni Anisul Fuad (AS), mantan kepala Biro Kesra Pemprov Banten yang kini menjabat sebagai Sekretaris Korpri Banten; Yudi MS (YMS) yang sebelumnya di Biro Kesra, dan saat ini bekerja di DPPKD Banten; Wahyu Hidayat (WH) sebelumnya di Biro Kesra Banten dan saat ini bekerja di Sekretariat Dewan (Setwan) Banten; Sutan Amali (SA) yang sebelumnya bekerja di Dinas Pendidikan Banten, dan saat ini bekerja di Samsat Cilegon; Dudi Setiadi (DS) yang merupakan orang dekat Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah; dan Siti Halimah (SH) selaku bendahara pribadi Ratu Atut Chosiyah
Untuk diketahui, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) telah melakukan investigasi secara khusus terkait penggunaan dana hibah dan bansos pada tahun 2011 di mana dana hibah senilai Rp 341 miliar dan bansos senilai Rp 51 miliar sebagian besar diduga diselewengkan.
Berdasarkan hasil investigasi ICW dan ALIPP diketahui bahwa dari 151 lembaga penerima hibah tahun 2011, ditemukan lembaga dan forum fiktif penerima bansos dan hibah. Investigasi ICW dan ALIPP berhasil mengungkap sejumlah modus penyelewengan dana hibah dan bansos yakni penerima dana hibah menerima dana dalam kondisi tidak utuh atau dipotong oleh oknum dari Pemprov Banten.
Selain itu, ditemukan begitu banyak lembaga atau organisasi penerima hibah dan bansos yang fiktif. Secara administrasi lembaga atau organisasi penerima dana hibah dan bansos begitu lengkap namun ketika dicek ke lapangan, lembaga atau organisasi itu faktanya tidak ada.
Persoalan lainnya, yakni dana hibah dan bansos itu sebagian besar mengalir ke organisasi-organisasi atau lembaga yang dipimpin oleh anggota keluarga dinasti Ratu Atut Chosiyah atau lembaga yang berafiliasi dengan keluarga Atut.
Penyelewengan dana hibah dan bansos juga terjadi pada tahun 2012. Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten pada tahun anggaran 2012, Pemprov Banten menganggarkan belanja hibah sebesar Rp 1,364 triliun lebih. Dari dana hibah sebesar itu, yang terealisasi sebesar Rp 1,288 triliun lebih atau sebesar 94,41 persen.
Jumlah dana hibah sebesar Rp 1,364 triliun lebih pada tahun anggaran 2012 itu, sudah termasuk hibah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) senilai Rp 1,046 triliun dengan realisasi sebesar Rp 987,553 miliar atau sebesar 94,37 persen.
Sisanya hibah bukan BOS sebesar Rp 318,126 miliar dengan realisasi sebesar Rp 300,794 miliar atau sebesar 94,55 persen. Selain itu belanja bantuan sosial (bansos) pada tahun anggaran 2012 sebesar 39,540 miliar, dengan realisasi sebesar Rp 38,852 miliar atau sebesar 98,26 persen.
Dalam LHP BPK dijelaskan bahwa untuk dana hibah pada tahun 2012, ditemukan sebanyak 629 penerima hibah yang belum melengkapi pertanggungjawabannya dan sebanyak 1.284 penerima bansos yang belum melengkapi laporan pertanggungjawabannya.
Menurut BPK, sebanyak Rp 82,414 miliar dana hibah Provinsi Banten pada tahun anggaran 2012 tidak bisa dipertanggungjawabkan dan senilai Rp 9,993 miliar dana bansos yang belum bisa dinilai kewajarannya.
Dalam LHP BPK RI Perwakilan Banten, Nomor 17b/LHP/XVII.SRG/06/2013 tertanggal 28 Juni 2013 dirincikan bahwa sebanyak 6 penerima hibah yang belum menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Dana (LPJPD) namun sudah menyampaikan Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) senilai Rp 4,8 miliar. Selain itu, sebanyak 254 penerima yang sudah menyampaikan LPJPD, namun belum menyampaikan SPTJ senilai Rp 41,896 miliar.
Selanjutnya, sebanyak 369 penerima hibah yang belum menyampaikan LPJPD dan juga belum menyampaikan SPTJ senilai Rp 35,717 miliar. Sementara, sebanyak 749 penerima hibah dinyatakan telah menyampaikan LPJPD dan juga telah menyampaikan SPTJ.
Untuk dana bansos, sebanyak tiga penerima bansos yang dinyatakan belum menyampaikan LPJPD, tetapi telah menyampaikan SPTJ senilai Rp 170 juta. Sebanyak 1.147 penerima bansos dinyatakan, telah menyampaikan LPJPD, namun belum menyampaikan SPTJ senilai Rp 7,911 miliar.
Selanjutnya, sebanyak 134 penerima bansos yang dinyatakan belum menyampaikan LPJPD, dan juga belum menyampaikan SPTJ senilai Rp1,911 miliar. Sementara sebanyak 428 penerima bansos dinyatakan sudah menyampaikan LPJPD dan juga telah menyampaikan SPTJ senilai Rp28,855 miliar.

Analisis kasus:
            Penyelewengan dana hibah dan bansos seharusnya dapat dihindari atau diminimalisir, karena banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat, seperti transparansi anggaran, seharusnya pemerintah mengawasi penyaluran dari dana hibah dan dana bansos tersebut secara berkelanjutan agar dikemudian hari tidak ada penyelewengan dari anggaran dana hibah dan bansos yang merugikan negara.
            Anggaran dana hibah dan bansos yang dikeluarkan oleh pemerintah seharusnya disalurkan untuk memberi keringanan kepada masyarakat indonesia untuk meringankan biaya pendidikan agar masyarakat indoesia mendapatkan pendidikan yang layak. sehingga dengan pendidikan tersebut masa  depan masyarakat indonesia dapat berubah menjadi lebih baik dan maju.
            Akan tetapi dengan adanya penyelewengan dana tersebut menyebabkan kerugian negara dalam bentuk materiil yaitu dalam bentuk kerugian kas negara dan non materiil yaitu masyarakat indonesia tidak mendapatkan pendidikan yang layak dikarenakan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan cukup besar padahal dengan adanya biaya boss masyarakat yang kurang mampu dapat terbantu dengan adanya biaya yang di keluarkan oleh pemerintah tersebut.

referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar